Ada beberapa model dan teknik pengambilan keputusan :[4]
1.
Model Optimasi
Sasaran yang ingin dicapai dengan model optimasi adalah bahwa
dengan mempertimbangkan keterbatasan yang ada, organisasi memperoleh hasil
terbaik yang paling mungkin dicapai. Sikap pengambil keputusan, norma-norma
serta kebijaksanaan organisasi berperan penting dalam menentukan kriteria apa
yang dimaksud dengan hasil terbaik yang mungkin dicapai itu.
Menurut Rainey (1991)
rasionalitas memiliki arti dan dimensi yang bermacam-macam, tetapi dalam
ilmu-ilmu sosial rasionalitas itu meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
- Para pembuat keputusan mengetahui secara jelas tujuan-tujuannya secara relevan.
- Pembuat keputusan mengetahui dengan jelas kriteria untuk menilai tujuan-tujuan itu dan dapat menyususn peringkat dari tujuan-tujuan tersebut.
- Mereka memeriksa semua alternatif untuk mencapai tujuan mereka.
- Mereka memilih alternatif yang paling efisien untuk memaksimalkan pencapaian tujuan.
Langkah-Langkah Dalam
Model Optimasi
Setiap keputusan yang
diambil itu merupakan perwujudan kebijakan yang telah digariskan. Oleh karena
itu, analisis proses pengambilan keputusan pada hakikatnya sama saja dengan
analisis proses kebijakan. Menurut Maulana (2010) Proses pengambilan keputusan
meliputi :
1. Lakukan
kebutuhan akan suatu keputusan
2. Menentukan
kriteria yang diputuskan
3. Menentukan
kriteria yang berbobot
4. Mengembangkan
alternatif
5. Menilai
beberapa alternatif
6. Memilih
alternatif
Menyusun alternatif
dengan memperhitungkan untung rugi untuk setiap alternatif dengan
mempertimbangkan/ memperhitungkan/ memperkirakan kemungkinan timbulnya macam
macam kejadian yang akan datang yang merupakan dampak dari kejadian terhadap
alternatif yang dirumuskan. Akan didapat keputusan optimal, karena setidaknya
telah memperhitungkan semua fakta yang berkaitan dengan keputusan tersebut
(memaksimalkan hasil keputusan).
Kelebihan dan
Kelemahan Model Optimasi atau Rasional
Kelebihan dari teknik pengambilan keputusan model optimasi, antara lain:
- Dapat memfokuskan diri pada pengumpulan data dan kriteria yang telah ditetapkan.
- Dapat mengurangi subyektifitas, yaitu mengambil keputusan berdasarkan opini seseorang.
- Efisien, karena berdasarkan pemilihan alternatif yang terbaik.
Kekurangan dari teknik pengambilan keputusan model optimasi,
antara lain:
a. Diasumsikan atau dianggap bahwa ada pengetahuan yang telah dihasilkan.
b. Model optimasi ini tidak dinamis, harus mengikuti langkah-langkah yang
terkait
c. Dimunculkan sebagai obyektif namun pengambilan keputusan oleh
siapapun membutuhkan justifikasi pribadi (tidak bebas nilai).
Model optimasi didasar pada berbagai kriteria dan yang menonjol
diantaranya adalah:
a. Kriteria
Maximin. Metode
maximin menjelaskan bahwa pembuat keputusan seharusnya memusatkan perhatiannya
pada atribut terlemah yang dimilikinya.
Metode ini tidak banyak menggunakan informasi yang tersedia.[5] Kriteria ini mencari alternative yang maximum dari hasil yang minimum
dari setiap alternative. Pertama, dicari hasil minimum dari setiap alternative,
dan selanjutnya memilih alternative dengan nilai terbesar dari yang terkecil
tadi. Karena kriteria ini memilih alternative yang memiliki kerugian terkecil,
disebut sebagai kriteria keputusan pesimistik. Dengan kata lain model ini pada intinya berarti memaksimalkan hasil
usaha dalam batasan-batasan minimum yang diperhitungkan akan dicapai.
b.
Kriteria Maximax. Model ini didasarkan pada asumsi yang optimistik
yang menyatakan bahwa keputusan yang diambil akan mendatangkan hasil yang
maksimum. Dalam prakteknya apa yang kemudian terjadi ialah lebih memaksimalkan
usaha agar hasil yang diperoleh betul-betul semaksimal mungkin.
c.
Kriteria melewatkan kesempatan. Model ini bertitik tolak dari
pandangan bahwa merupakan hal yang alamiah apabila para pengambil keputusan
berpikir dan bertindak dalam kerangka dilewatkannya peluang-peluang tetentu,
apabila melewatkan peluang ituberakibat pada tersedianya peluang yang lebih
besar demi meraih keuntungan yang lebih besar pula. Segi penting dari model ini
ialah mengidentifikasikan secara teliti biaya yang harus dipikul karena
hilangnya peluang tertentu, dan memperkecil kerugian yang harus diderita karena
ingin memanfaatkan peluang yang lebih besar dimasa yang akan datang.
d.
Kriteria probabilitas. Model ini berarti bahwa pengambilan
keputusan harus menggunakan kriteria kemungkinan diperolehnya hasil tertentu
sebagai dasar untuk menjatuhkan pilihan. Probabilitas bisa mulai dari nol,
dalam arti tidak ada kemungkinan tercapainya hasil yang diharapkan hingga satu,
dalam arti bahwa terdapat kepastian akan diraihnya hasil yang diharapkan dengan
diambilnya suatu keputusan tertentu.
e.
Kriteria nilai materi yang diharapkan. Kriteria nilai materi yang
diharapkan. Dalam praktek penggunaannya dimulai dengan penentuan nilau atas
hasil yang diperoleh dari setiap alternative yang dipilih untuk diterapkan.
Model ini juga memperhitungkan kemungkinan apa yang akan timbul jika alternatif
tertentu ditempuh.
f.
Kriteria manfaat. Kriteria ini merupaka kelanjutan dari kriteria
nilai materi. Terlihat bahwa dengan penggunaan kriteria itu pengambilan
keputusan tidak memperdulikan risiko yang mungkin harus dihadapi apabila pilihan
dijatuhkan atas berbagai alternative yang tersedia.
2.
Model satisficing
Salah satu perkembangan baru dalam teori pengambilan keputusan
ialah berkembangnya pendapat yang mengatakan bahwa manusia tidak memiliki
kemampuan untuk mengoptimalkan hasil dengan menggunakan berbagai kriteria yang
telah dibahas diawal. Tidak dapat disangkal bahwa aksentuasi pada pendekatan
kuantitatif mempunyai tempat dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan
tidak dapat didekati semata-mata dengan prosedur yang sepenuhnya didasarkan
pada rasionalitas dan logika. Kenyataan sering menunjukan bahwa para pengambil
keputusan tidak selalu berpikir dalam kerangka pertanyaan: “ Alternatif-
alternatif apa yang tersedia, informasi yang bagaimana yang diperlukan, serta
analisis bagaimana yang diperlikan sehingga pilihan dapat dijatuhkan pada
alternatif yang paling tepat?” Memang sukar membayangkan adanya situasi dimana
seorang pengambil keputusan dapat memastikan semua konsekuensi tindakan yang
akan diambil, baik yang menguntungkan maupun tidak.
Ada dua alasan pokok
untuk mengatakan yang demikian itu:
a.
Memang tidak mungkin informasi yang relevan, mutakhir, lengkap dan
dapat dipercaya selalu tersedia.
b.
Tidak semua kemungkin tentang semua konsekuensi yang akan timbul
dapat diperkirakan secara tepat sebelumnya.
Model satisficing berarti pengambil
keputusan memilih alternative solusi pertama yang memenuhi criteria keputusan
minimal. Dengan tidak berusaha untuk mengejar seluruh alternative untuk
mengidentifikasi solusi tunggal untuk memaksimalkan pengembalian ekonomi,
manajer akan memilih solusi pertama yang muncul untuk memecahkan masalah,
bahkan jika solusi yang lebih baik diperkirakan akan ada kemudian. Pengambil
keputusan tidak dapat menjustifikasi waktu dan pengorbanan untuk mendapatkan
kelengkapan informasi.[6] Masalah kompleks disederhanakan (hanya mengambil inti masalahnya
saja / bounded rationality) sampai pada tingkat dimana pengambil keputusan siap
menyelesaikannya.
Model satisficing, para pengambil
keputusan merasa cukup bangga dan puas apabila keputusan yang diambilnya
membuahkan hasil yang memadai, asalkan persyaratan minimal tetap terpenuhi. Ide
pokok dari model ini adalah bahwa usaha ditujukan pada apa yang mungkin
dilakukan “sekarang dan disini” dan bukan pada sesuatu yang mungkin optimal
tetapi tidak realistis dan oleh karenanya tidak mungkin dicapai. Model ini
terdapat dua keyakinan:
a.
Ketidakmampuan pengambil keputusan untuk menganilisis semua
informasi.
b.
Pada tahap tertentu dalam proses pengambilan keputusan , timbul
berbagai beban yang tidak dapat dipikul dalam bentuk waktu, uang, tenaga, dan
frustasi dalam usaha memperoleh informasi tambahan.
Dalam penggunaan model satisficing tetap ada tempat bagi pertimbangan
berbagai jenis alternatif yang mungkin ditempuh. Berbeda dengan model optimasi,
yang membandingkan berbagai alternatif untuk melihat kelebihan dan kekurangan
masing-masing, dalam model satificing setiap alternatif dinilai tanpa terlalu
memikirkan perbandingannya dengan alternatif-alternatif lain. Terdapat empat
cara untuk membedakan model satisficing dengan optimasi:
a.
Dalam menguji suatu tindakan yang akan diambil hanya beberapa atau
bahkan hanya satu persyaratan yang dipertimbangkan, sedangkan pertimbangan-
pertimbangan lain tidak diperhitungkan lagi.
b.
Berbagai alternatif diuji secara berurut dan apabila ditemukan satu
alternatif yang dipandang memadai, usaha untuk mencari alternatif lain
dihentikan.
c.
Secara sadar jumlah alternatif dibatasi, dan pengujian terhadap
setiap alternatif dilakukan secara acak.
d.
Pertimbangan menyetujui atau menolak tidak dikaitkan satu sama
lain, melainkan diuji secara independen. Semua alternatif diperlakukan sama,
yang berati bahwa keputusan yang ditangani dengan cara yang sama seperti halnya
keputusan yang kurang penting.
Macam- macam variasi model satisficing:
a.
Ketentuan keputusan tunggal. Pendekatan ini sering dapat menarik untuk diterapkan, terutama
karena proses pengambilan keputusan berlangsung dengan cepat dan dengan hasil
yang dapat diperhitungkan sebelumnya.
b.
Variasi eliminasi segi-segi tertentu. Variasi ini bertitik tolak
dari usaha penyempitan terhadap pilihan dari berbagai alternatif yang mungkin
dipilih. Artinya, suatu kombinasi dari ketentuan keputusan tunggal digunakan
secara cepat untuk memilih beberapa alternatif kunci yang dipandang memenuhi
syarat-syarat minimal.
c.
Variasi Inkrementasi. Variasi ini berarti pemikiran dipusatkan pada
pengurangan dampak berbagai kelemahan nyata dan yang harus segera dihadapi oleh
organisasi. Paham inkremental ini juga cukup rcalistis karena ia menyadari bahwa
para pembuat keputusan sebenamya kurang waktu, kurang pengalaman dan kurang
sumber-sumber lain yang diperlukan untuk melakukan analisis yang komprehensif
terhadap semua altematif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada. akan tetapi
ia juga menunjukkan adanya beberapa kelemahan yang terdapat pada teori
inkremental. Misalnya, keputusan-keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan
penganut model inkremental akan lebih mewakili atau mencerminkan
kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang kuat dan mapan serta
kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat,
sementara itu kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang lemah dan
yang secara politis tidak mampu mengorganisasikan kepentingannya praktis akan
terabaikan.
Model satisficing ini logis dan rasional dalam batas
yang sempit dikarenakan informasi tidak sempurna, kendala waktu, biaya, dan
keterbatasan pemahaman.
3.
Model Mixed Scanning
Scanning
berarti usaha mencari, mengumpulkan, memproses, menilai, dan menimbang-nimbang
informasi dalam kaitannya dengan menjatuhkan pilihan tertentu. Model mixed
scanning berarti bahwa setiap kali seorang pengambil keputusan mengahadapi
dilemma dalam memilih suatu langkah tertentu, satu keputusan pendahuluan harus
dibuat tentang sampai sejauh mana berbagai sarana dan prasarana organisasi akan
digunakan untuk mencari dan menilai berbagai fungsi dan kegiatan yang akan
dilaksakan. Para ahli berpendapat bahwa, dalam penggunaan model ini keputusan-
keputusan yang fundamental dibuat setelah terlebih dahulu melakukan pengkajian
terhadap berbagai alternatif yang paling relevan, yang kemudian dikaitkan
dengan tujuan dan sasaran organisasi. Unsur-unsur dari pendekatan yang rasional
dan incremental digabungkan, dan penggabungan ini dipandang dapat saling isi
mengisi, dalam arti kelebihan pendekatan yang rasional memperkuat kelebihan
pendekatan yang inkremental.
Model pengamatan terpadu
juga memperhitungkan tingkat kemampuan para pembuat keputusan yang
berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin besar kemampuan para
pembuat keputusan untuk memobilisasikan kekuasaannya guna mengimplementasikan
keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya untuk melakukan scanning
dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif pengambilan keputusa tersebut.
Dengan demikian, model pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan
pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensif
dan moder inkremental dalam proses pengambilan keputusan.[7]
Keputusan ini dimungkinkan membuat keputusan-keputusan
besar yang mempunyai dampak jangka panjang, dan juga keputusan-keputusan dengan
ruang lingkup terbatas. Mereka dapat menggabungkan kedua perspektif tersebut,
yaitu yang berjangka panjang dan luas dengan yang sempit bertahap dengan maksud
mencegah mereka membuat keputusan inkremental yang kurang melihat jauh ke
depan.
Contohnya : Saat kita
memutuskan untuk pindah kerja ( resign ), pasti kita akan
berpikir jauh, apakah di tempat kerja yang baru nanti akan lebih baik dari yang
sekarang, pastinya kita tidak mau gegabah dengan mengambil keputusan secara
cepat, karena dampaknya pasti aka nada penyesalan jika nantinya tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Maka dari itu kita pasti akan memikirkannya
matang-matang dalam membuat keputusan tersebut.
4.
Model Heuritis
Pada hakikatnya model ini berarti, bahwa faktor-faktor internal
yang terdapat dalam diri seseorang pengambil keputusan lebih berpengaruh dari
pada faktor- faktor eksternal. Dengan kata lain, seorang pengambil keputusan
lebih mendasarkan keputusannya pada konsep-konsep yang dimilikinya, berdasarkan
persepsi sendiri tentang situasi problematic yang dihadapi. Dalam praktek model
ini digunakan apabila para pengambil keputusan tidak tersedia kemampuan untuk
melakukan pendekatan yang matematikal atau apabila bagi pengambil keputusan
tidak tersedia kesempatan untuk memanfaatkan berbagai sumber oraganisasional
untuk melakukan pengkajian yang sifatnya kuantitatif.
Model pengambilan keputusan memang beraneka ragam, namun perlu
diperhatikan bahwa tidak ada satu model pun yang cocok digunakan untuk
mengatasi semua jenis situasi problematik yang dihadpi oleh organisasi. Karena
itu kemahiran yang perlu dikembangkan oleh para pengambil keputusan ialah
memilih secara tepat satu atau gabungan beberapa model, dan menyesuaikannya
dengan tuntutan situasi yang dihadapi. Alasan mengapa para pengambil keputusan
cenderung memilih model pengambilan
keputusan yang sederhana ialah karena mereka tidak bisa tidak harus
mempertimbangkan berbagai faktor intern, terutama nilai-nilai organisasional
yang dianut dan berbagai kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh para manajer
yang lebih tinggi kedudukannya.
Sumber : http://pipitvanessa.blogspot.co.id/2015/10/model-model-pengambilan-keputusan.html
Komentar
Posting Komentar